Dalam sejarah umat manusia dari
masa ke masa, pemuda selalu menjadi bagian penting dalam sebuah perubahan.
Bahkan dalam Al-Qur’an, Allah SWT banyak menceritakan kisah heroik pemuda,
diantaraya kisah Ibrahim – bapak para nabi – yang sangat kritis terhadap
kondisi masyarakat penyembah berhala. Ismail, pemuda yang sangat taat kepada
Allah, bahkan jika disembelih sekalipun. Yusuf, pemuda tampan yang sabar dan
bertaqwa. Sulaiman, pemuda bijaksana nan kaya raya. Hingga kisah Ashabul Kahfi
yang gigih memperjuangkan agamanya.
Dalam sejarah peradaban islam
juga tak jauh berbeda. Bahkan islam tetap eksis karena para pemuda yang setia
membela Islam dari kafir Quraisy. Muhammad Al-Fatih, sang penakluk
konstatinopel juga seorang pemuda. Selain yang telah disebutkan diatas, masih
banyak contoh pemuda yang luar biasa, dari dulu hingga sekarang.
Fakta diatas menunjukkan bahwa
ungkapan pemuda sebagai agent of change
(agen perubahan) bukan sesuatu yang berlebihan. Masa-masa muda merupakan masa
yang paling produktif dalam fase kehidupan manusia. Masa yang dipenuhi dengan
semangat membara, jiwa yang haus serta cita-cita tinggi. Namun, apakah setiap
pemuda adalah agent of change? apa
tolak ukur seorang pemuda yang layak dijuluki dengan julukan ‘wah’ tersebut?.
Menjadi agen perubahan tentu bukan
hal mudah. Banyak rintangan dan godaan yang mesti dilalui. Terutama godaan
syahwat. Godaan terbesar dalam hidup seorang pemuda. Tak heran jika banyak
pemuda yang ‘rusak’ karena tak mampu mengendalikan syahwatnya. Itulah mengapa,
salah satu jenis manusia yang mendapat perlindungan dari sengatan matahari di
padang mahsyar ialah pemuda yang menolak ajakan wanita kaya nan jelita.
Hal lain yang menjadi rintangan
adalah memaksimalkan waktu. Waktu seringkali menjadi masalah yang tak mampu
diatasi banyak pemuda. Waktu yang seharusnya digunakan semaksimal mungkin
justru dihabiskan dengan hal-hal kurang produktif. Padahal, setiap detik sangat
berharga. Seorang agen perubahan tentu tak bisa diharapkan lahir dari sikap
seperti ini. Jika kita membaca profil pemuda-pemuda sukses, maka sulit untuk
menemukan sikap ‘waste of time’ seperti ini.
Selanjutnya ialah berprinsip
kuat. Orang yang tak memiliki prinsip hanya akan menjadi pengekor. Hidup tanpa
tujuan dan hanya ikut-ikutan. Pemuda seperti ini sangat tidak layak mendapat
kehormatan sebagai ‘agent of change’.
Jadilah seperti Bilal bin Rabah yang begitu tabah berpegang kepada prinsipnya
walau menerima siksaan.
Terakhir, syarat menjadi pemuda
pembawa perubahan adalah berkarya. Berkarya merupakan budaya orang besar. Para salafusshaleh telah mencontohkan hal
ini. Imam Syafi’i mulai menulis di usia muda. Imam Ghazali, Ibnu Sina,
Al-Araby, Al-Bukhari adalah sedikit contoh dari banyaknya nama besar yang telah
berkarya di usia muda.
Itulah beberapa sikap pemuda yang
layak mendapat predikat ‘agent of change’. Semoga kita bisa mengaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari. Amien. *Muh. Faruq Al-Mundzir
0 komentar:
Posting Komentar