Kamis, 02 Maret 2017

Menjadi 'Agent of Change'


Dalam sejarah umat manusia dari masa ke masa, pemuda selalu menjadi bagian penting dalam sebuah perubahan. Bahkan dalam Al-Qur’an, Allah SWT banyak menceritakan kisah heroik pemuda, diantaraya kisah Ibrahim – bapak para nabi – yang sangat kritis terhadap kondisi masyarakat penyembah berhala. Ismail, pemuda yang sangat taat kepada Allah, bahkan jika disembelih sekalipun. Yusuf, pemuda tampan yang sabar dan bertaqwa. Sulaiman, pemuda bijaksana nan kaya raya. Hingga kisah Ashabul Kahfi yang gigih memperjuangkan agamanya.
Dalam sejarah peradaban islam juga tak jauh berbeda. Bahkan islam tetap eksis karena para pemuda yang setia membela Islam dari kafir Quraisy. Muhammad Al-Fatih, sang penakluk konstatinopel juga seorang pemuda. Selain yang telah disebutkan diatas, masih banyak contoh pemuda yang luar biasa, dari dulu hingga sekarang.
Fakta diatas menunjukkan bahwa ungkapan pemuda sebagai agent of change (agen perubahan) bukan sesuatu yang berlebihan. Masa-masa muda merupakan masa yang paling produktif dalam fase kehidupan manusia. Masa yang dipenuhi dengan semangat membara, jiwa yang haus serta cita-cita tinggi. Namun, apakah setiap pemuda adalah agent of change? apa tolak ukur seorang pemuda yang layak dijuluki dengan julukan ‘wah’ tersebut?.
Menjadi agen perubahan  tentu bukan hal mudah. Banyak rintangan dan godaan yang mesti dilalui. Terutama godaan syahwat. Godaan terbesar dalam hidup seorang pemuda. Tak heran jika banyak pemuda yang ‘rusak’ karena tak mampu mengendalikan syahwatnya. Itulah mengapa, salah satu jenis manusia yang mendapat perlindungan dari sengatan matahari di padang mahsyar ialah pemuda yang menolak ajakan wanita kaya nan jelita.
Hal lain yang menjadi rintangan adalah memaksimalkan waktu. Waktu seringkali menjadi masalah yang tak mampu diatasi banyak pemuda. Waktu yang seharusnya digunakan semaksimal mungkin justru dihabiskan dengan hal-hal kurang produktif. Padahal, setiap detik sangat berharga. Seorang agen perubahan tentu tak bisa diharapkan lahir dari sikap seperti ini. Jika kita membaca profil pemuda-pemuda sukses, maka sulit untuk menemukan sikap ‘waste of time’ seperti ini.
Selanjutnya ialah berprinsip kuat. Orang yang tak memiliki prinsip hanya akan menjadi pengekor. Hidup tanpa tujuan dan hanya ikut-ikutan. Pemuda seperti ini sangat tidak layak mendapat kehormatan sebagai ‘agent of change’. Jadilah seperti Bilal bin Rabah yang begitu tabah berpegang kepada prinsipnya walau menerima siksaan.
Terakhir, syarat menjadi pemuda pembawa perubahan adalah berkarya. Berkarya merupakan budaya orang besar. Para salafusshaleh telah mencontohkan hal ini. Imam Syafi’i mulai menulis di usia muda. Imam Ghazali, Ibnu Sina, Al-Araby, Al-Bukhari adalah sedikit contoh dari banyaknya nama besar yang telah berkarya di usia muda.


Itulah beberapa sikap pemuda yang layak mendapat predikat ‘agent of change’. Semoga kita bisa mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Amien. *Muh. Faruq Al-Mundzir

0 komentar:

Posting Komentar