Kamis, 09 Maret 2017

Seuntai Nasihat Bernama Kematian


SIANG menjelang sore pada hari itu hujan lebat mengguyur kota Surabaya. Di beberapa titik diberitakan pohon-pohon tumbang. Waktu itu angin berhembus sangat kencang, ditambah petir yang menggelegar memecah gemercik nyanyian hujan.

Di salah satu sudut kota, dua orang mahasiswi berusia 20 tahunan keluar dari sebuah rumah menuju sebuah tempat. Ditengah perjalanan saat menyusuri jalan di sebuah lorong gang, tiba-tiba sebuah pohon seukuran diameter bola kaki tumbang dan menghantam dinding tembok di tepi jalan. Naas, tembok itu roboh dan menimpa mereka hingga terpental ke kali di seberang jalan. Salah seorang mengalami luka kaki yang cukup parah, dan seorang lagi menurut keterangan beberapa saksi mengeluhkan sakit di bagian dada.

Sesaat kemudian warga sekitar memberi pertolongan dan melarikan kedua mahasiswi tersebut ke Rumah Sakit. Tetapi qoddarullah, takdir Allah telah mendahului, mahasiswi yang mengeluhkan sakit di bagian dadanya menghembuskan nafas terakhirnya sebelum tiba di Rumah Sakit. Innalillah..

Yang membuat hati bergetar, menurut pengakuan salah seorang mahasiswa se-kampus kedua mahasiswi itu, dia sempat melihat keduanya keluar dari rumah itu dan hendak berjalan. Bahkan mahasiswa tersebut melintasi jalan yang sama dengan bersepeda motor. Hanya tenggang waktu yang begitu tipis antara mahasiswa itu dan kedua mahasiswi yang naas tersebut melintasi lorong jalan itu. Tetapi takdir diantara mereka sudah ditetapkan oleh Dzat yang maha menghidupkan dan mewafatkan, Allah jalaala.

Cerita  diatas adalah secuil dari sekian banyaknya cerita-cerita bagaimana kematian datang menjemput seseorang. Entah dalam keadaan sehat maupun sakit. Kematian yang tidak mengenal usia, status, pangkat, serta jabatan seseorang. Ia menerjang segala yang bernyawa. Maka ridho atau tidak ridho, siap atau tidak siap, ketika sudah tiba waktunya maka pasti terjadi. Hal ini telah termaktub dalam Al-qur’an:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۖ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
 “Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.” (QS. Al-A’raf : 34) 

Ia bersifat pasti. Namun sayangnya, kepastian akan kematian masih banyak dilalaikan manusia. Ia dipandang hal yang biasa dalam kehidupan. Tidak sadar bahwa kematian adalah nasihat yang sangat berharga bagi manusia yang masih diberi kesempatan menghembuskan nafas.

Mengapa kematian disebut sebagai nasihat yang sangat berharga? Tentu dengan kematian kita akan menyadari bahwa suatu saat kita pun turut mengalami dan melewatinya. Sehingga muncul di dalam sanubari rasa cemas, rasa prihatin atas nasib diri kita. Berapa banyak dosa yang sudah tertumpuk, berapa panjang catatan keburukan yang tertulis di buku malaikat ‘Atid. Amalan apa saja yang sudah kita lakukan sebagai bekal persiapan menghadapinya, dan baru seberapa catatan kebaikan yang ditulis malaikat Raqib untuk kita.

Maka benarlah baginda Rasulullah SAW dalam sabdanya yang mengingatkan tentang kematian:
أَكْيَسُهُمْ أَكْثَرُهُم لِلمَوتِ ذِكْرًا وَ أَحْسَنُهُم لَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ…
 “…Orang mukmin yang paling cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling bagus persiapannya untuk menghadapi kematian. Mereka semua adalah orang-orang cerdas (yang sesungguhnya.” (HR. At-Tirmidzi)

Dalam hadits yang lain beliau bersabda:
أَكْثِرُوا مِنْ ذِكْرِ هَادِمِ اللَّذَاتِ
 “Perbanyaklah mengingat penghancur segala kelezatan (dunia). Yakni kematian.” (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa’i)

Mengingat kematian pula bisa menjadikan benteng bagi seseorang dari hal-hal yang dimurkai Allah SWT. Ketika seorang hamba hendak bermaksiat dan seketika pula dia mengingat kematian, maka dia akan urungkan niatnya untuk melakukan maksiat itu. Hal ini memberikan kita hikmah bahwa mengingat-ngingat kematian itu perlu selalu dilakukan. Agar segala aktifitas yang seseorang lakukan dia selalu berhati-hati di dalamnya. Asbab dari kehati-hatian itu, secara otomatis hubungan vertikal seorang hamba kepada Allah SWT senantiasa terjaga sepanjang waktu.

Mari sejenak merenung. Setiap hembusan demi hembusan yang dinafaskan, detakan demi detakan jantung yang terlalui, kedipan demi kedipan mata yang terlewati, sampai tahun demi tahun berganti dan berjalan menjauh dari kelahiran seorang anak Adam. Maka semakin dekatlah kematian menemuinya, semakin dekatlah malaikat Izrail menjemputnya. Dan semakin sedikitlah tersisa waktunya untuk beramal, semakin sempitlah ruangnya untuk hidup di dunia.

Di sisa-sisa kehidupan kita di alam yang fana ini, masihkah kita tidak menyadari? Tidakkah kematian cukup menjadi nasihat bagi kita? Oleh karenanya ikhwani fillah, mari senantiasa kita selalu mengingat-ngingat hal yang satu ini.

Janganlah kita termasuk orang yang baru sadar akan kematian ketika ada sahabat, kerabat, handai taulan, atau orang terdekat yang kita cintai berpulang. Dan kembali seperti sedia kala ketika kepergiannya sudah berlalu ditelan masa. Tetapi jadilah kita hamba yang senantiasa mengingat kematian sepanjang waktu, sepanjang nyawa di kandung badan. Selalu mengingat pemberi nasihat yang tidak berkata-kata, yaitu kematian. Allahu a’lam [] 'Ammu Tenzile

0 komentar:

Posting Komentar